
Di Semarang, terdapat sebuah kuil Sam Po Kong yang dikenal dengan nama Kuil Gedong Batu. Menurut salah satu versi cerita, dalam salah satu ekspedisi Laksamana Zheng He, salah seorang orang kepercayaannya, Wang Jing Hong, tiba-tiba mengalami sakit parah. Sehingga armada berhenti di Semarang dan mereka menemukan sebuah gua untuk dijadikan sebagai tempat peristirahatan sementara. Kemudian, orang-orang membangun sebuah kuil di tempat itu untuk memuja Zheng He dan tempat tersebut dikenal dengan nama Gedong Batu atau Kedong Batu, yang berarti “tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai”.

Di dalam kuil, dijumpai sebuah makam yang dikeramatkan sebagai makam Kiyai Juru Mudi Dampo Awang. Banyak yang mempercayai bahwa itu merupakan makam Wang Jing Hong. Menurut salah satu sumber, setelah beliau sembuh dari penyakit, Wang Jing Hong kemudian menetap dalam jangka waktu yang panjang di Semarang dan beliau berperanan besar dalam membangun Semarang. Sehingga, setelah kematiaannya, beliau dikuburkan di dalam kompleks kuil dan makamnya dikeramatkan.
Perayaan Zheng He l
Perayaan tahunan Zheng He merupakan salah satu perayaan utama di kota Semarang. Perayaan dimulai dengan diadakan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, Gang Lombok yang dikenal sebagai kawasan Pecinan di Semarang. Upacara itu kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Po Kong yang dipuja di kuil Tay Kak Sie ke Gedong Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Po Kong yang asli di Gedong Batu.
Tradisi yang unik ini bermula sejak pertengahan kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan di mana kuil Gedong Batu berada, dikuasai oleh seorang tuan tanah Yahudi yang bernama Johannes. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Po Kong diharuskan membayar semacam wang masuk yang harganya mencekik leher. Karena kebanyakan peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian dipindahkan ke kuil Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Po Kong dibuat dan diletakkan di dalam kuil tersebut. Pada setiap 29 atau 30 bulan keenam menurut penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah daripada patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.
Kawasan Simongan kemudian dibeli oleh Oei Tjie Sien pada tahun 1879 atau tahun kelima Guang Xu. Oei Tjie Sien merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, penderma yang juga dikenal sebagai “Raja Gula” Indonesia. Sejak itu, para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedong Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Po Kong setempat. Pawai Sam Po Kong itu dihidupkan kembali pada tahun 1930-an dan terus menjadi daya tarik utama hingga sekarang.



Sumber: http://www.chengho.org
No comments:
Post a Comment