Thursday, February 7, 2008
SAATNYA BERALIH KE ENERGI RAMAH LINGKUNGAN
DESAKAN untuk meninggalkan minyak bumi sebagai sumber pengadaan energi nasional saat ini terus digulirkan oleh berbagai pihak, termasuk dari pemerintah sendiri. Langkah tersebut diperlukan agar Indonesia keluar dari krisis energi yang berkelanjutan. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), institusi yang bertugas mencari terobosan-terobosan baru untuk menghadapi masalah yang berkembang telah menyarankan berbagai cara dalam pengadaan energi nasional.
Sejumlah cara mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi untuk pengadaan energi nasional sudah diluncurkan, seperti mengganti minyak bumi dengan batu bara cair, dan energi terbarukan lainnya. Direktur Konversi dan Konservasi Energi, BPPT, Agus Salim Dasuki, mengusulkan mengganti minyak bumi dengan batu bara. "Cadangan batu bara di Indonesia sangat besar, mencapai 57 miliar metrik ton. Jika per tahunnya diproduksi 130 juta metrik ton maka kita masih punya cadangan hingga dua abad ke depan," ujarnya. Batu bara cair (coal liquefaction) dinilai sangat potensial dijadikan sebagai sumber energi pengganti BBM pada masa mendatang karena memiliki kualitas yang sama dengan BBM, selain itu dinilai lebih ramah lingkungan.
Menurut Agus, berdasarkan uji kelayakan yang dilakukan BPPT, harga minyak bumi sintetis yang dihasilkan dari pencairan batu bara kadar rendah (low rank coal) dari Banko (Sumatera Selatan) dengan kapasitas produksi 6.000 ton per hari harganya sekitar US$ 23,3 per barel hingga US$ 33,3 per barel. Sedangkan uji kelayakan yang dilakukan dengan batu bara kadar rendah dari Mulia (Kalimantan Selatan) dan Berau (Kalimantan Timur) dengan kapasitas produksi yang sama, harga per barel minyak bumi sintetisnya masing-masing sekitar US$ 29 dan US$ 25. "Dengan demikian, jika kita membangun pabrik kapasitas produksi sebanyak 6.000 ton per hari, akan dihasilkan sekitar 27.000 barel batu bara cair per hari sehingga akan menghemat setidaknya US$ 1,620 juta per hari," katanya. Masalah utama dalam pengadaan batu bara cair ini adalah pembangunan infrastruktur pada tahap pertamanya. "Karena biaya awalnya cukup mahal, kami akan membangun instalasi berkapasitas 3.000 ton per hari dengan biaya investasi sekitar US$ 800 juta sebagai permulaan yang nantinya akan ditingkatkan menjadi 6.000 ton per hari sebagai unit paling optimum untuk pabrik komersial," katanya. Namun menurutnya, pada tahap awal pembangunan infrastruktur pasti membutuhkan modal yang cukup besar, dalam jangka waktu tertentu investasi itu akan lebih menguntungkan.
Selain batu bara cair, pemerintah sebenarnya sudah mengenalkan bahan bakar gas sebagai sumber energi. Indonesia memiliki cadangan gas alam yang cukup besar untuk memasok kebutuhan energi nasional. Beberapa pembangkit listrik menggunakan gas alam sebagai penggerak generatornya. Gas pun dikenalkan ke masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dalam memasak, namun untuk sektor transportasi yang paling besar membutuhkan BBM, gas masih belum tersosialisasi dengan bagus. "Ada beberapa kelemahan penggunaan gas yang tidak diperbaiki sehingga para pengguna kendaraan yang berbahan gas akhirnya memilih menggunakan bahan bakar minyak kembali," ujar Agus. BIOFUEL - Mesin Diesel yang digerakkan Biofuel, Bahan bakar dari minyak kelapa sawit. Keberpihakan Dalam pengadaan energi nasional keberpihakan pemerintah terhadap bahan bakar minyak sangat terlihat. Pemerintah bisa mengeluarkan subsidi triliunan rupiah untuk pengadaan bahan bakar minyak, sedangkan untuk menyubsidi bahan bakar nonminyak bumi sangat kecil sekali. Padahal, masih banyak sumber energi lain yang efisien dan ramah lingkungan, khususnya sumber energi terbarukan. Beberapa teknologi memang masih dinilai mahal untuk pembangunan infrastrukturnya, tetapi jika dibandingkan dengan subsidi yang harus dikeluarkan untuk minyak bumi hal itu akan sama. Beberapa sumber energi yang ramah lingkungan dan dinilai efisien adalah tenaga angin (wind power) dan matahari (solar power). Indonesia yang berada di garis equator sebenarnya memiliki keunggulan dari negara lainnya, karena rata-rata terpaan sinar matahari setiap tahunnya lebih lama dari negara lain. Penggunaan angin sebagai sumber energi sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman Persia kuno, abad ke tujuh sebelum masehi. Saat itu kincir angin digunakan untuk menggiling gandum dan pengairan sawah.
Saat ini beberapa negara maju sudah mengembangkan kincir angin sebagai pembangkit listrik. Salah satu kota di Jerman, 12 persen energi listriknya disuplai dari kincir angin. Cina akan membangun pembangkit listrik dengan menggunakan kincir angin yang mampu menghasilkan listrik 350.000 megawatt. Sebenarnya di Indonesia, teknologi kincir angin pun sudah diterapkan, khususnya di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau dengan interkoneksi listrik jaringan. Tenaga Matahari Tenaga matahari menjadi pilihan yang juga sama menariknya karena relatif tidak menimbulkan pencemaran sama sekali. Pengembangan teknologi ini sudah dilakukan oleh sejumlah instansi pemerintah, hanya saja harganya masih dinilai mahal. Untuk peralatan solar cell yang bisa menghasilkan energi listrik 10 kilowatt memerlukan biaya Rp 3,6 juta. "Tetapi jika pemerintah mau mengalihkan subsidi minyak untuk pembuatan peralatan solar cell di setiap rumah-rumah maka dalam jangka waktu tiga tahun masyarakat justru akan mendapatkan keuntungan," ujar Agus Salim Dasuki. Model ini seperti yang diterapkan di Jepang, di mana setiap rumah menggunakan atap solar cell yang menghasilkan listrik untuk kebutuhan sendiri dan sisanya dijual ke PLN setempat. Teknologi lain adalah mengganti minyak bumi dengan minyak nabati atau biofuel. Sejumlah penelitian yang dilakukan sudah berhasil membuktikan bahwa energi yang dihasilkan oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi dan relatif lebih ramah lingkungan. Biofuel ini dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional.
Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan bioethanol dengan produknya gasohol E-10, dan biodiesel dengan produknya B-10. Untuk pengadaan ethanol dapat dilakukan dari saripati singkong yang dapat ditanam di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan untuk pengadaan minyak diesel dapat dilakukan dari pengadaan minyak sawit, minyak buah jarak dan minyak kelapa. Analisa yang dilakukan BPPT menyebutkan bahwa harga biodiesel B-10 di masyarakat sekitar Rp 2.930 per liternya, atau lebih tinggi Rp 160 dari harga bensin yang disubsidi pemerintah. Keuntungannya adalah pemerintah bisa mengurangi jumlah subsidi yang diberikan atau bahkan menghilangkan sama sekali, karena penambahan Rp 160 dinilai masih bisa diterima oleh masyarakat. Hal yang sama juga berlaku pada gasohol E-10 yang bisa dijual pada masyarakat dengan harga Rp 2.560. Harga ini pun masih lebih tinggi Rp 160 dari harga premium bersubsidi, tetapi keuntungannya adalah E-10 memiliki angka oktan 91 yang lebih baik dari premium, dan dapat mengurangi karbonmonoksida dengan signifikan. Selain itu keuntungan penggunaan biofuel ini dapat mengatasi pengangguran dan peningkatan kesejahteraan petani. Untuk memproduksi E-10 sebanyak 420.000 kiloliter per tahun diperlukan singkong sekitar 2,5 juta metrik ton. Jumlah ini dapat disediakan dengan penanaman singkong pada lahan seluas 91.000 hektare. Jumlah lahan ini masih dapat disediakan tanpa harus membuka hutan-hutan seperti dalam pengadaan batu bara dan minyak bumi, karena masih banyak lahan tidur yang tidak terpakai. Hal yang sama pun bisa dilakukan untuk pengadaan minyak sawit, kelapa, dan jarak. Hitung-hitungan secara ekonomi dinilai masih menguntungkan penggunaan biofuel ini. Jika dua persen kebutuhan bahan bakar pada tahun 2009 (sekitar 430.000 kiloliter minyak nabati) dipenuhi oleh pengadaan bahan bakar nabati ini, negara dapat mengurangi impor minyak sebanyak 280.000 minyak bumi yang diperkirakan senilai US$ 72,8 juta. Namun, ternyata alasan-alasan ini pun sepertinya tidak didengar oleh para pengambil kebijakan dalam bidang energi pemerintah. Ketua Komisi VII DPR RI, Agusman Effendi, juga mengoreksi strategi pengadaan energi nasional pemerintah yang dinilai tidak jelas. Pengadaan energi nasional yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat ternyata menjadi beban bersama yang harus ditanggung oleh seluruh rakyat. Ada pengaturan yang salah dalam kebijakan penyediaan energi nasional. Ketika rakyat mau berhemat saat diminta presidennya, adalah sebuah hal yang sangat positif, tetapi pemerintah pun harus mau memperbaiki dirinya.*
(Jurnasyanto Sukarno, Yahya Rombe) Sumber : Suara Pembaruan (20/7/05) ***
"Klik di gambar atau tulisan2 diatas/dibawah ini ! "/"Click on Pictures or Text on above/below " :
SELAMAT DATANG ...
Situs blog “Berita harianku” adalah situs blog yang berisi aneka informasi meliputi: berbagai macam artikel menarik dan unik yang diambil dari berbagai situs, informasi berita harian dari berbagai situs : kompas, liputan 6, detik, media Indonesia , antara, tempo dll, juga terdapat aneka link situs informasi seputar kesehatan, pengetahuan, kuliner, wisata, serta info-info menarik lainnya yang bermanfaat untuk Anda.
Situs blog “Berita harianku “ hadir untuk membantu memberikan layanan aneka informasi bermanfaat bagi Anda, bukan bermaksud untuk “menjiplak”/”mengcopy” artikel, melainkan untuk membantu mengumpulkan berbagai artikel menarik dari berbagai situs agar semakin banyak diketahui masyarakat luas. Turut berperan dalam memperhatikan kode etik jurnalistik serta hak cipta, dengan cara mencantumkan dan mempopulerkan situs asal sumber artikel serta penulisnya. Atas keberatan pemuatan artikel di situs blog ini, atau kritik dan saran, mohon kirim email ke aeroorigami@yahoo.com.
Segala bentuk layanan penjualan atau iklan di situs ini, bukan merupakan sebuah rekomendasi melainkan hanya sebagai penyampai informasi saja… Nikmati sajian informasi dari situs blog “Berita harianku” dan…Jadikan situs ini sebagai “teman” bacaan online Anda setiap harinya..!
_________________________________________________________________________________________
No comments:
Post a Comment