Pembuatan lubang resapan biopori (LRB) ini disosialisasikan Kamir R Brata, pengajar pada Bagian Konservasi Tanah dan Air Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB, di depan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, di Sekolah Jubilee, Sunter, Jakarta Utara, Selasa (4/12).
LRB adalah lubang berdiameter sekitar 10 sentimeter di tanah sehingga air bisa mengalir masuk ke tanah. Di lubang itu dimasukkan sampah organik yang diharapkan akan dimakan oleh organisme yang ada di dalam tanah. Dengan demikian, akan tercipta lubang-lubang kapiler kecil di dalam tanah. Dengan adanya lubang kapiler di dalam tanah, maka penyerapan air ke dalam tanah juga semakin banyak.
"Selama ini yang terjadi, air hujan tidak bisa masuk ke dalam tanah sehingga terjadi genangan besar di permukaan. Air hujan yang bisa menjadi sumber air bersih dari tanah akhirnya tidak bisa dimanfaatkan dan terbuang ke laut," kata Kamir.
Selain bisa mengurangi genangan di permukaan tanah, sampah organik yang dimasukkan ke LRB itu juga bisa menjadi kompos yang berguna sebagai penyubur tanah.
Menurut Kamir, LRB ini sebenarnya sudah diciptakan sejak tahun 1976. Namun LRB tidak populer karena memakai teknologi yang sangat sederhana sehingga kurang menarik.
"Pembuatan LRB sangat mudah, hanya memakai bor tanah. Setelah itu, masukkan sampah organik. Sangat sederhana. Saya sudah pernah memperkenalkan LRB ke beberapa pihak, tetapi tidak ada tanggapan. Baru bulan Februari lalu, ketika banjir besar terjadi di Jakarta, orang mulai melirik LRB," ucap Kamir.
*Bisa dilakukan siapa saja*
Selain memakai teknologi sederhana, LRB juga bisa dilakukan siapa saja dan di mana saja. Di halaman seluas 50 meter persegi, bisa dibuat sebanyak 20-40 LRB. Jarak pembuatannya tidak diatur, asalkan letak lubang tidak bersebelahan.
"Kedalaman lubang ini sebaiknya tidak lebih dari satu meter karena organisme di dalam tanah juga membutuhkan oksigen. Jika terlalu dalam, dikhawatirkan oksigen tidak masuk hingga ke dalam," kata Kamir.
Untuk peralatannya, yakni bor tanah, IPB juga telah menciptakan khusus dan dijual dengan harga Rp 175.000 per buah. "Alat ini tidak perlu semua orang punya. Cukup dikoordinasi oleh RT/RW setempat, dan pemakaian alatnya digilir dari satu rumah ke rumah lain," ujar Kamir.
Satu-satunya kewajiban yang harus dilakukan manusia dalam penggunaan LRB ini adalah memberikan pakan berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik yang dimasukkan ke lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfer sebagai gas rumah kaca. Dengan demikian, pemanasan global pun dikurangi.
"Bandingkan jika kita membiarkan sampah itu tetap di permukaan. Sampah itu akan melepaskan karbon ke udara, yang membuat semakin banyak gas rumah kaca di atmosfer," lanjutnya.
Dengan upaya yang tidak terlalu berat namun hasil yang dicapai sangat luar biasa ini, seharusnya warga Jakarta sudah mulai membuat LRB di rumahnya. Dengan demikian, genangan yang selalu terjadi setiap kali hujan di Jakarta bisa dikurangi. (ARN)
SHARE ARTIKEL INI KE TEMAN-TEMAN ,.....
Temukan bacaan UNIK, menarik, aneka informasi unik menarik lainnya.. seputar wisata,kuliner,kesehatan,gaya hidup, Info hiburan dll. ! Situs yang pas sebagai teman “online” anda di internet setiap hari… Hanya di “BLOG BERITA HARIANKU “ disini: http://www.beritaharianku.blogspot.com
.
No comments:
Post a Comment