Friday, March 20, 2009
Benteng Terakhir Mitos Garuda
Garuda selain dijadikan sebagai lambang negara juga dipakai sebagai lambang pemersatu bangsa indonesia, garuda juga sudah pernah dipakai berabad-abad yang lalu sebagai lambang suatu kerajaan seoerti majapahit. sampai sekarang garuda yang juga dikenal sebagai elang jawa kondisi populasinya sangat memprihatinkan dan termasuk hewan yang sangat dilindungi dari kepunahan. dari ekosistem aslinya elang jawa tinggal beberapa ekor saja yang masih tersisa.
Elang jawa itu terdiam. Tampak kepalanya agak mendongak dengan ciri khas jambul tegak. Ini pemandangan langka karena untuk berjumpa Spizaetus bartelsi itu bukan hal mudah. Sayang, pemandangan itu bukan terjadi di habitat asli sang elang yang dimitoskan sebagai burung garuda, lambang negara Indonesia. Sang elang itu cuma hewan awetan di American Museum of Natural History, New York, Amerika Serikat.
Adalah EP Rillwitz yang pada 1898 mengirim spesimen elang jawa dari Gunung Gede, Jawa Barat, itu ke negeri Abang Sam. Rillwitz punya kepentingan karena menganggap elang itu istimewa, memiliki jambul. Meski begitu kurator museum di New York mengidentifikasi sang elang sebagai elang brontok Spizaetus cirrhatus. Baru sejak Maz Bartels yang diteruskan E. Stresemann-ahli burung dari Belanda dan Jerman-meneliti lebih dalam di awal abad ke-20, elang jawa dijadikan spesies terpisah. Untuk menghormati jasa Max Bartels yang dianggap sebagai penemu pada 1907, spesies elang baru itu dinamai bartelsi.
Sampai puluhan tahun kemudian menjumpai elang jawa di habitat asli tetap menjadi pekerjaan sulit. Bas van Balen, ahli burung dari negeri Kincir Angin, perlu 9 tahun menelusuri penjuru taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS), Bogor, untuk meneliti populasi elang endemik Pulau Jawa itu.
Meski begitu, ia tak selalu melihat langsung sosoknya, tapi lebih banyak mengenali dari lengkingan suaranya. Trubus yang menelusuri keberadaan elang jawa bersama tim LIPI Edy Nusriadi Sambas MFRC yang mendata vegetasi di lereng timur Gunung Endut-bagian lokasi TNGHS-pun bernasib serupa. Setelah 2 hari pengamatan di sana, baru pada hari ke-5 bisa menjumpai seekor elang jawa pada jarak 200 m. Pagi itu di atas pohon rasamala Altingia excelsa setinggi 25 m, sang elang hinggap selama 20 menit. ‘Saya baru tahu ada elang jawa di sini,’ kata Sutisna, kepala resor Cisoka TNGHS. Harap mafhum selama ini perjumpaan dengan elang jawa lebih banyak terjadi di resor Cikaniki yang terpaut jarak 25 km.
Perjumpaan berikutnya terjadi di Pos Pengamatan tes yang berjarak 10 km dari lokasi pertama. Bukan cuma seekor, melainkan 2 burung dewasa bertengger di atas pohon pasang Quercus spp di dekat pondok. Menurut Madsuri, pemilik pondok, elang jawa itu kerap memangsa anak ayam miliknya. ‘Kemarin baru memangsa seekor,’ katanya.
Sejatinya ayam cuma satu alternatif pakan anggota keluarga Accipitridae itu selain bajing, tikus, kadal, sampai bayi monyet. Namun, kalau elang itu sampai menyasar hasil ternak, pasti ada sebabnya. Kuswandono menjelaskan, hal itu dapat terjadi akibat kerusakan habitat. ‘Mangsa alami elang menjadi hilang,’ kata kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango itu. Di lereng Gunung Endut memang banyak hutan alami yang mulai lenyap. Selain bersalin rupa menjadi lahan pertanian, tegakan pohon tempat elang bertengger berganti pohon produksi seperti pinus dan kayu afrika.
Sebaran elang jawa di Jawa memang luas. Berbagai literatur penelitian menyebutkan ia ditemukan juga di Jawa Tengah seperti di Dataran Tinggi Dieng, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu. Sementara di Jawa Timur, elang jawa dilaporkan dijumpai di Gunung Bromo, Taman Nasional Alas Purwo, dan Taman Nasional Meru Betiri. Namun, dari catatan LSM Raptor Conservation Society (RCS) Jawa Barat dan Banten pada 2007, separuh dari total populasi, 700-800 individu, elang jawa menetap di 2 provinsi di sebelah barat Jawa itu. Musababnya, ‘Dari 17,2 hektar lahan hutan yang tersisa di Jawa, 45% ada di kedua wilayah itu,’ kata Bambang Supriyanto PhD, kepala TNGHS.
Sayangnya, dari penyebaran itu sebagian besar terkonsentrasi di dataran tinggi. Seperti yang Trubus saksikan di Gunung Endut yang terletak di ketinggian lebih dari 800 m dpl. Menurut Dr Dewi Malia Prawiradilaga kondisi itu terjadi karena banyak hutan dataran rendah yang hilang. ‘Padahal, literatur pada awal 1900-an menyebutkan elang jawa itu juga ada di dataran rendah,’ ujar ahli raptor-kelompok elang-dari Pusat Penelitian Zoologi LIPI di Cibinong, Bogor, itu.
Di hutan dataran tinggi, elang yang punya daerah jelajah hingga sejauh 3 km itu tinggal di pohon tinggi yang sulit dijangkau seperti di tebing. Hal itu semata-mata untuk menyelamatkan anak dari serangan predator lain seperti elang hitam Ictinaetus malayensis, elang ular bido Spilornis cheela, dan kucing hutan Prionailurus sp. ‘Biasanya yang dipilih pohon dengan kanopi terbuka agar jarak pandangnya lebih luas,’ tutur Dewi.
Penelitian Dewi pada 2006 di TNGHS dan Gunung Sanggabuana, Sukabumi, menyebutkan ada 12 jenis pohon yang umum dipakai bersarang. Di antaranya rasamala, pasang Quercus spp, puspa Schima walichii, dan pinus Pinus merkusii. Pohon-pohon itu dapat tumbuh tinggi lebih dari 20 m dan daunnya berukuran kecil. ‘Jenis-jenis ini banyak tumbuh di lereng pada kemiringan 54-86o, tempat yang disukai elang,’ kata Dewi. Nah, sarang itu biasanya dibuat dari potongan-potongan ranting dan daun yang disusun menyerupai mangkuk di atas cabang mendatar.
Populasi elang yang dinyatakan sebagai simbol nasional oleh Peraturan Pemerintah No. 4/1993 itu sulit naik lantaran sedikitnya telur yang dihasilkan. Bayangkan, betina dewasa hanya bertelur sebutir tiap 2 tahun. Telur berukuran 60 mm x 42 mm akan dierami selama 47 hari. Sampai menjadi elang muda pada umur 10 minggu, sang induk akan mengajarkannya untuk terbang jarak pendek. Baru setelah dianggap matang di umur 9-12 bulan, sang elang muda dipersilakan untuk keluar dari rumah dan memulai kehidupan baru.
Populasi elang jawa sulit naik karena hanya sedikit menghasilkan telur. Betina bertelur sebutir tiap 2 tahun.
Literatur suksesnya reproduksi elang jawa sejauh ini minim. Namun, RCS pernah mencatat keberhasilan 5 pasang induk di daerah Wisata Telagawarna, Cisarua, Bogor, yang berhasil menetaskan semua telur pada 1998. Hebatnya lagi, monitoring selama 12 tahun sejak 1996 itu mendapati semua induk sukses berbiak terus. ‘Awalnya 10 ekor, sampai 2008 sudah menjadi 23 individu,’ ujar Usep Suparman, direktur eksekutif RCS.
Terlepas dari populasinya yang minim, elang jawa dan kelompok elang lain bisa menjadi indikator lingkungan. ‘Elang itu umumnya hidup di hutan alami yang masih jauh dari sentuhan tangan manusia,’ kata Adang Supriatna dari lembaga Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) di Bogor. Saking sensitifnya terhadap perubahan, mereka memilih berpindah tempat saat mencium kehadiran manusia. Sayangnya, hal yang dulu bisa dilakukan-kala hutan di Jawa masih lebat-kini sulit. ‘Kuncinya ada pada manusia yang hidup di sekitar mereka,’ kata Bambang. Nah, jangan sampai anak cucu bangsa ini nantinya harus jauh-jauh terbang ke New York, Amerika Serikat, hanya untuk melihat elang Jawa. (A. Arie Raharjo)
Sumber artikel:
http://pandjiwinoto.co.cc/2009/02/mitos-garuda/
"Klik di gambar atau tulisan2 diatas/dibawah ini ! "/"Click on Pictures or Text on above/below " :
SELAMAT DATANG ...
Situs blog “Berita harianku” adalah situs blog yang berisi aneka informasi meliputi: berbagai macam artikel menarik dan unik yang diambil dari berbagai situs, informasi berita harian dari berbagai situs : kompas, liputan 6, detik, media Indonesia , antara, tempo dll, juga terdapat aneka link situs informasi seputar kesehatan, pengetahuan, kuliner, wisata, serta info-info menarik lainnya yang bermanfaat untuk Anda.
Situs blog “Berita harianku “ hadir untuk membantu memberikan layanan aneka informasi bermanfaat bagi Anda, bukan bermaksud untuk “menjiplak”/”mengcopy” artikel, melainkan untuk membantu mengumpulkan berbagai artikel menarik dari berbagai situs agar semakin banyak diketahui masyarakat luas. Turut berperan dalam memperhatikan kode etik jurnalistik serta hak cipta, dengan cara mencantumkan dan mempopulerkan situs asal sumber artikel serta penulisnya. Atas keberatan pemuatan artikel di situs blog ini, atau kritik dan saran, mohon kirim email ke aeroorigami@yahoo.com.
Segala bentuk layanan penjualan atau iklan di situs ini, bukan merupakan sebuah rekomendasi melainkan hanya sebagai penyampai informasi saja… Nikmati sajian informasi dari situs blog “Berita harianku” dan…Jadikan situs ini sebagai “teman” bacaan online Anda setiap harinya..!
_________________________________________________________________________________________
No comments:
Post a Comment